Eksistensi TKPKD di NTB – PENANGGULANGAN KEMISKINAN

Perjalanan Program SAPA dengan dukungan The Ford Foundation di Provinsi Nusa Tenggara Barat yang sejak beberapa tahun lalu hanya di Kabupaten Lombok Tengah kini dengan beberapa pertimbangan sudah “meluas” ke dua Kabupaten tetangga yaitu Kabupaten Lombok Timur dan Kabupaten Lombok Barat (2012). Replikasi ini dilakukan dengan maksud untuk menerapkan praktek-praktek terbaik yang dilakukan oleh SAPA di Kabupaten Lombok Tengah dalam mensinergikan program-program Penanggulangan Kemiskinan sehingga diharapkan program tersebut dapat berhasil baik dengan sasaran yang tepat. Dalam Perpres No 15 tahun 2010 Pasal 1 ayat 2 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan dijelaskan bahwa sesungguhnya Penanggulangan Kemiskinan merupakan kebijakan dan program pemerintah dan pemerintah daerah yang dilakukan dengan cara sistematis, terencana dan bersinergi dengan dunia usaha dan masyarakat untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dalam rangka meingkatkan derajat kesejahteraan rakyat. Berpijak pada batasan tersebut, maka penentuan dua kabupaten lokasi replikasi di Provinsi Nusa Tenggara Barat lebih didasarkan kepada pertimbangan kondisi masyarakat terkait dengan kemiskinan.
Tahap awal, replikasi difokuskan pada maksimalisasi peran dan fungsi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) yang ada di Lombok Tengah dan Lombok Timur agar dapat menjalankan tugas pokok dan fungsi semaksimal mungkin sesuai tuntutan produk hukum yang menaungi TKPKD (Perpres No.15 tahun 2010). Pada produk hukum tersebut, Pasal 1 Ayat 5 dijelaskan bahwa sesungguhnya TKPKD adalah wadah koordinasi lintas sektor dan lintas pemangku kepentingan untuk penanggulangan kemiskinan di tingkat kabupaten/kota. Artinya, jika wadah tidak dapat difungsikan (berfungsi) sebagaimana mestinya maka dapat dipastikan bahwa apa yang ada didalamnya pun tidak akan teratur, berceceran dan sulit diperoleh manfaat darinya.
Bertolak dari hal tersebut, disinyalir bahwa perjalanan TKPKD di beberapa daerah di NTB (Indonesia umumnya) stagnan, tidak terkecuali di Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Timur, kondisi ini juga “dilengkapi” dengan tidak mesranya hubungan antara TKPKD dengan TNP2K yang merupakan induk TKPKD itu sendiri. Indikasi jalinan yang tidak mesra ini salah satunya tercermin dari tidak padunya TKPKD dan TNP2K dalam menyikapi data PPLS dengan segala effect yang ditimbulkan dari berlakunya data tersebut sebagai data awal dalam seluruh program pengentasan kemiskinan. Sehingga, dapat dipahami selanjutnya bahwa program yang diluncurkan ke masyarakat dengan niat pengentasan kemiskinan justru menjadi pemicu masalah dan ketidaknyamanan di daerah. Oleh karena itu, untuk mendinamisir jalinan tersebut di NTB maka diputuskan untuk me-replikasi program SAPA yang terbukti sudah berhasil membangun sinergi multipihak dalam upaya penanggulangan kemiskinan (di Lombok Tengah) ke Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Timur. Diharapkan agar best practise sinergi dan integrasi yang sudah dibangun di Lombok Tengah antar-stakeholder dalam upaya penanggulangan kemiskinan dapat juga diselenggarakan di 2 kabupaten terpilih. Selanjutnya dapat dicontoh oleh kabupaten/kota lain yang tidak menjadi daerah replikasi SAPA.
Urgensi replikasi ini tidak dapat dipisahkan dari eksistensi TKPKD di masing-masing kabupaten. Di Kabupaten Lombok Tengah, dinamika yang dibangun antara TKPKD dengan pelaku kepentingan di daerah cukup dinamis, hal ini ditunjukkan dengan sinergisnya koordinasi antar-anggota (SKPM). Adanya anggota TKPKD dari luar instansi Pemda (LSM, Tomas dan Ormas) bisa menggerakkan dinamika yang baik, tinggal political will penentu kebijakan untuk menindaklanjuti hasil TKPKD. Di sisi lain, pada tubuh TKPKD Lombok Tengah juga sudah terbangun PRC (poverty resources center) yang diharapkan menjadi jawaban untuk persoalan data kemiskinan. Sementara itu, keberadaan TKPKD di dua kabupaten lainnya yaitu di Kabupaten Lombok Timur dan Lombok Barat kondisinya tidak jauh berbeda, TKPKD belum berjalan dengan baik, koordinasi antar anggota masih dinilai sangat lemah terutama dalam keselarasan program pembangunan yang pro-poor.
Perbedaan kondisi TKPKD di tiga daerah ini tidak terlepas dari banyaknya tantangan yang harus dicarikan solusinya agar TKPKD dapat berperan maksimal dalam menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan Perpres 15 tahun 2010. Kurang aktifnya anggota TKPKD yang berasal dari Pemda dan legislative, tidak match-nya data masing-masing SKPM tentang sasaran program Pengentasan Kemiskinan, hasil monev TKPKD yang terkadang tanpa tindak lanjut dan minimnya support anggaran menjadi tantangan yang dihadapi oleh TKPKD Lombok Tengah dan harus segera dicarikan solusi konkritnya. Tantangan yang berbeda dialami TKPKD Lombok Timur dalam berkiprah dengan kenyataan bahwa anggota TKPKD jarang melakukan pertemuan (bahkan tidak ada pertemuan rutin) dan dalam setiap pertemuan biasanya tidak ada agenda yang jelas untuk dibahas, struktur TKPKD dinilai tidak efisien dalam mewujudkan kinerja yang optimal, TKPKD dianggap belum berkontribusi dalam proses perumusan kebijakan di daerah dan juga dalam mensinergikan pelaksanaan PNPM yang ada. Di samping itu, dokumen SPKD belum disusun untuk siap dioperasionalkan (hanya sebatas dokumen saja) dan belum diposisikan setara dengan dokumen perencanaan lainnya. Akumulasi dari semua tantangan tersebut maka akan sulit untuk melihat dan menilai program dan SKPD mana yang sesungguhnya memiliki kontribusi pada penanggulangan kemiskinan. Tantangan yang sedikit berbeda dialami oleh TKPKD Lombok Barat yaitu masih kurangnya komitmen pemerintah daerah dalam mengelola TKPKD, koordinasi koordinasi antarinstansi dan program pengentasan kemiskinan dan lemahnya sinergisitas antarpelaku dalam program pengentasan kemiskinan.
Dengan kondisi real seperti uraian di atas, dalam perspektif kelembagaan sesungguhnya TKPKD pun berusaha membangun dirinya, namun diakui minimnya pendampingan dan koordinasi dengan pihak TKPKD Provinsi juga menjadi kendala. Di Lombok Tengah kondisi ini coba dipecahkan dari dua dimensi yang berbeda yaitu dari dimensi struktur (1) fokus pada pengentasan kemiskinan di bidang pendidikan dan kesehatan; (2) mengurangi beban (pengeluaran) masyarakat miskin; (3) mengembangkan dan menjamin keberlanjutan usaha mikro (kecil); dan (4) membangun sinergi dan kolaborasi seluruh kebijakan dan program PK. Kedua, dari dimensi kultur diupayakan dengan (1) mengembangkan pembagian kawasan pembangunan menjadi ATM; (2) Lemper Madu/Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Terpadu (program PK Berbasis Masjid); dan (3) pemberian santunan kematian kepada warga miskin. Sedangkan di Kabupaten Lombok Timur disiasati dengan (1) memperbaiki akses untuk masyarakat miskin dan (2) orientasi program sesuai sasaran. Lombok Barat berusaha menyiasatinya dengan (1) fleksibilitas data PK (Pemda membuat keputusan dan kesepakatan untuk tidak terlalu kaku pada data/BPS) dlm melaksanakan program PK; (2) pengembangan sentra ekonomi (ekonomi kerakyatan) untuk mendukung program PK; (3) Gerdu Bangdes (gerakan terpadu membangun desa) dan (4) Mengadakan Rapim (sebagai ajang untuk menyampaikan perkembangan program PK di lapangan.

Sumber : Siti Sanisah Korda Lombok Tengah

Terkait lainnya:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *