Pelembagaan Partisipasi Rakyat dalam Pembangunan Bisa! | Best Practises

Sejak lama impian agar setiap proses dalam pelaksanaan
pembangunan melibatkan partisipasi rakyat bukanlah suatu anganangan
dan mimpi semata, akan tetapi tercermin secara nyata dalam
praktek pembangunan. Sejak disahkannya UU No 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, harapan untuk
melembagakan partisipasi masyarakat secara permanen dalam
penyusunan perencanaan pembangunan muncul kembali. Walaupun
demikian, proses pelembagaan partisipasi tersebut perlu didampingi,
tidak hanya dalam kerangka membuka ruang partisipasi bagi masyarakat
akan tetapi juga memberdayakan masyarakat untuk memanfaatkan ruang
partisipasi tersebut agar dapat bermanfaat bagi masyarakat, khususnya
bagi masyarakat miskin.

Sebagaimana telah menjadi rahasia umum, proses partisipasi dalam
musyawarah perencanaan pembangunan di tingkat desa dan kecamatan
sering kali hanya dimaknai sebagai suatu proses ritual yang dilakukan
dari tahun ketahun ,dan seringkali mengabaikan keinginan rakyat yang
disuarakan dalam forum tahunan tersebut. Alasan klasik yang selalu
disampaikan oleh birokrasi pemerintah adalah tidak ada alokasi anggaran
atau DPRD tidak menyetujui usulan masyarakat, cukup ampuh untuk
meredam kekecewaan masyarakat. Walaupun demikian, tanpa disadari
kondisi ini menyebabkan munculnya apatisme dan perilaku skeptis
masyarakat terhadap pemerintah daerah.

Terkait dengan hal tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Sukabumi
mencoba untuk mencari solusi terhadap persoalan tersebut dengan
menggulirkan program P3K (Program Pembangunan Partisipasi
Kecamatan). P3K bertujuan untuk memperkuat pendanaan pembangunan
disuatu kecamatan yang tidak dapat dilakukan dengan mekanisme
pendanaan reguler, seperti Alokasi dana Desa (ADD), serta kegiatan
PNPM. Jelasnya P3K memperkuat kegiatan atau program pembangunan
yang tidak dapat didanai oleh ADD dan PNPM. Walau pun demikian,
penyaluran anggaran P3K tidak dilakukan dengan mekanisme penjatahan
sebagaimana mekanisme penyalura anggaran secara reguler akan tetapi
melalui proses kompetisi dalam suatu kecamatan.

Sepintas mekanisme penyaluran anggaran untuk pendanaan kegiatan
dalam suatu kecamatan mirip dengan mekanisme kompetensi yang
dilakukan dalam program PNPM. Masing-masing desa dalam suatu
kecamatan akan mempesentasikan usulan dan menyusun proposal
kegiatan untuk mendapatkan dana P3K. Perbedaannya terletak pada
kewenangan yang diberikan oleh pemerintah kabupaten kepada
camat untuk memutuskan desa-desa yang layak diberikan P3K. Dalam
prakteknya, camat bukanlah pengambil keputusan tunggal, akan tetapi
ada tim penilai yang dibentuk oleh seorang camat untuk membantu
menilai dan memverivikasi usulan masing-masing desa.

Program P3K yang diinisiasi oleh pemerintah Kabupaten Sukabumi pada
tahun 2008 dan masih bersifat sebagai pilot project yang dilakukan di
beberapa kecamatan. Alokasi anggaran P3K yang diberikan pada tahap awal
uji coba sebesar 500 juta / kecamatan. Besaran alokasi diharapkan dapat
mendorong perbaikan yang signifikan dalam pembangunan infrastruktur
dasar maupun kegatan ekonomi yang dilakukan di wilayah kecamatan.

Dalam perkembangannya, P3K mulai mendapatkan respon positif dari
masyarakat tidak hanya pada daerah-daerah yang menjadi percontohan
pengembangan program tersebut, akan tetapi juga datang dari kecamatan
lain. Terkait dengan hal tersebut, maka pemerintah daerah berupaya untuk
dapat memenuhi hal tersebut. Namun kendala utama yang dihadapi oleh
pemerintah daerah adalah alokasi anggaran. Oleh sebab itu, pemerintah
daerah memutuskan untuk mengurangi besaran alokasi anggaran yang
diberikan pada suatu kecamatan, yang sebelumnya berjumlah 500 juta /
kecamatan menjadi 250 juta / kecamatan.

Agar pelaksanaan program P3K dapat terlembagakan secara baik,
maka pemerintah daerah terus memperbaiki mekanisme penyelengaraan
program tersebut, termasuk didalamnya adalah membuat petunjuk
operasional yang baku yang menjamin program tersebut berjalan secara
lebih efisien dan efektif. Misalnya pengusulan kegiatan yang akan
dikompetisikan antar desa dalam suatu kecamatan haruslah kegiatan
yang sesuai dengan kebutuhan dan memberikan manfaat yang lebih pada
desa. Selain itu, pemerintah desa juga akan diwajibkan untuk menyusun
RPJMDes sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan bantuan anggaran
dari program P3K. Saat ini banyak pemerintah desa yang dibantu oleh
fasilitator PNPM Perdesaan dalam menyusun dokumen RPJMDes.

Proses pendampingan terhadap masyarakat dan pelaksana program
juga mendapat perhatian dalam pelaksanaan program P3K ini. Salah satu
fokus dalam pendampingan pelaksanaan program P3K adalah pengelolaan
anggaran dan pelaporan kegiatan. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan
program P3K dapat dipertanggung-jawabkan bukan hanya dari aspek
kegiatannya semata akan tetapi juga dari sisi administrasi kegiatan.

Walaupun dalam pelaksanaan uji coba program P3K menuai banyak
respon positif, namun masih ada beberapa kendala yang perlu mendapat
perhatian bagi pemerintah daerah lain yang juga memiliki atau akan
melakukan program seperti P3K. Kendala yang pertama adalah
sumberdaya manusia yang terlibat dalam pelaksanaan program. Oleh
sebab itu, pemerintah daerah perlu mempersiapkan kelembagaan dan
SDM secara baik dan tidak hanya menyerahkan atau memperluas otoritas
kelembagaan ditingkat bawah dalam pelaksanaan program. Kendala
kedua adalah masing-masing kecamatan memiliki potensi yang berbedabeda,
sehingga memerlukan perencanaan yang sinergi antar wilayah
dan kemauan dari camat untuk melakukan langkah-langkah terobosan
dalam memajukan wilayahnya. Sedangkan kendala ketiga adalah menjalin
kerjasama dengan pihak lain misalnya dengan dunia usaha yang lokasi
usahanya berada di kecamatan tersebut untuk memberikan kontribusi
dalam pembangunan masyarakat di suatu kecamatan.

Selain itu, tantangan keberlanjutan dari suatu program adalah adanya
payung hukum yang menjamin pelaksanaan suatu program tersebut
dapat dilakukan dalam jangka panjang. Pemerintah daerah Kabupaten
Sukabumi, sedang mengkaji pilihan – pilihan kebijakan yang tepat untuk
dapat melakukan program P3K secara berkelanjutan. Misalnya dengan
menjamin alokasi APBD untuk penganggaran program P3K sebesar
20 %. Tantangan lainnya adalah membakukan proses perencanaan
pembangunan yang melibatkan masyarakat dan secara bersamaan
mengurangi mekanisme “titip menitip” program melalui DPRD yang
seringkali dianggap menghancurkan mekanisme perencanaan yang
dibangun secara partisipatif melalui musrenbang.

Dengan disahkannya UU No 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, harapan untuk melembagakan
partisipasi masyarakat secara permanen dalam penyusunan perencanaan
pembangunan muncul kembali. Walau pun demikian, proses
pelembagaan partisipasi tersebut perlu di dampingi, tidak hanya dalam
kerangka membuka ruang partisipasi bagi masyarakat akan tetapi juga
memberdayakan masyarakat untuk memanfaatkan ruang partisipasi
tersebut agar dapat bermanfaat bagi masyarakat, khususnya bagi
masyarakat miskin.

Sebagaimana telah menjadi rahasia umum, proses partisipasi dalam
musyawarah perencanaan pembangunan di tingkat desa dan kecamatan
seringkali hanya dimaknai sebagai suatu proses ritual yang di lakukan
dari tahun ke tahun, dan seringkali mengabaikan keinginan rakyat yang
disuarakan dalam forum tahunan tersebut. Alasan klasik yang selalu di
sampaikan oleh birokrasi pemerintah adalah tidak ada alokasi anggaran
atau DPRD tidak menyetujui usulan masyarakat, cukup ampuh untuk
meredam kekecewaan masyarakat. Walaupun demikian, tanpa disadari
kondisi ini menyebabkan munculnya apatisme dan perilaku skeptis
masyarakat terhadap pemerintah daerah.

Terkait dengan hal tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Sukabumi
mencoba untuk mencari solusi terhadap persoalan tersebut dengan
menggulirkan program P3K (Program Pembangunan Partisipasi
Kecamatan). P3K bertujuan untuk memperkuat pendanaan pembangunan
disuatu kecamatan yang tidak dapat dilakukan dengan mekanisme
pendanaan reguler, seperti Alokasi dana Desa (ADD), serta kegiatan
PNPM. Jelasnya P3K memperkuat kegiatan atau program pembangunan
yang tidak dapat di danai oleh ADD dan PNPM. Walaupun demikian,
penyaluran anggaran P3K tidak di lakukan dengan mekanisme penjatahan
sebagaimana mekanisme penyalura anggaran secara reguler akan tetapi
melalui proses kompetisi dalam suatu kecamatan.

Dalam perkembangannya, P3K mulai mendapatkan respon positif dari
masyarakat tidak hanya pada daerah daerah yang menjadi percontohan
pengembangan program tersebut, akan tetapi juga datang dari kecamatan
lain. Terkait dengan hal tersebut, maka pemerintah daerah berupaya untuk
dapat memenuhi hal tersebut. Namun kendala utama yang di hadapi oleh
pemerintah daerah adalah alokasi anggaran. Oleh sebab itu, pemerintah
daerah memutuskan untuk mengurangi besaran alokasi anggaran yang
diberikan pada suatu kecamatan, yang sebelumnya berjumlah 500 juta /
kecamatan menjadi 250 juta / kecamatan.

Agar pelaksanaan program P3K dapat terlembagakan secara baik,
maka pemerintah daerah terus memperbaiki mekanisme penyelengaraan
program tersebut, termasuk didalamna adalah membuat petunjuk
operasional yang baku yang menjamin program tersebut berjalan secara
lebih efisien dan efektif. Misalnya pengusulan kegiatan yang akan
dikompetesikan antar desa dalam suatu kecamatan haruslah kegiatan
yang sesuai dengan kebutuhan dan memberikan manfaat yang lebih pada
desa. Selain itu, pemerintah desa juga akan di wajibkan untuk menyusun
RPJMDes sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan bantuan anggaran
dari program P3K. Saat ini banyak pemerintah desa yang dibantu oleh
fasilitator PNPM Perdesaan dalam menyusun dokumen RPJMDes.
Proses pendampingan terhadap masyarakat dan pelaksana program
juga mendaat perhatian dalam pelaksanaan program P3K ini. Salah
satu fokus dalam pendampingan pelaksanaan program P3K adalah
pengelolaan anggaran dan pelaporan kegiatan. Hal ini di maksudkan agar
pelaksanaan program P3K dapat dipertanggung-jawabkan bukan hanya
dari aspek kegiatannya semata akan tetapi juga dari sisi administrasi
kegiatan.

Walaupun dalam pelaksanaan uji coba program P3K menuai banyak
respon positif, namun masih ada beberapa kendala yang perlu mendapat
perhatian bagi pemerintah daerah lain yang juga memiliki atau akan
melakukan program seperti P3K. Kendala yang pertama adalah sumber
daya manusia yang terlibat dalam pelaksanaan program. Oleh sebab
itu, pemerintah daerah perlu mempersiapkan kelembagaan dan SDM
secara baik dan tidak hanya menyerahkan atau memperluas otoritas
kelembagaan ditingkat bawah dalam pelaksanaan program. Kendala
kedua adalah masing-masing kecamatan memiliki potensi yang berbedabeda,
sehingga memerlukan perencanaan yang sinergi antar wilayah dan
kemauan dari camat untuk melakukan langkah-langkah terobosan dalam
memajukan wilayahnya. Sedangkan kendala ketiga adalah menjalin
kerja sama dengan pihak lain misalnya dengan dunia usaha yang lokasi
usahanya berada di kecamatan tersebut untuk memberikan kontribusi
dalam pembangunan masyarakat di suatu kecamatan.

Selain itu, tantangan keberlanjutan dari suatu program adalah adanya
payung hukum yang menjamin pelaksanaan suatu program tersebut
dapat dilakukan dalam jangka panjang. Pemerintah daerah Kabupaten
Sukabumi, sedang mengkaji pilihan–pilihan kebijakan yang tepat untuk
dapat melakukan program P3K secara berkelanjutan. Misalnya dengan
menjamin alokasi APBD untuk penganggaran program P3K sebesar
20 %. Tantangan lainnya adalah membakukan proses perencanaan
pembangunan yang melibatkan masyarakat dan secara bersamaan
mengurangi mekanisme “titip menitip” program melalui DPRD yang
seringkali di anggap menghancurkan mekanisme perencanaan yang di
bangun secara partisipatif melalui musrenbang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *