DESA MULAI KHAWATIRKAN PRIVATISASI TANAH DESA OLEH KASULTANAN

SAPA INDONESIA – SEJUMLAH Pemerintah Desa (Pemdes) kembali mempertanyakan kejelasan status pengelolaan tanah desa di Bantul yang luasannya mencapai 15.525 hektar.

Keberadaan Peraturan Gubernur (Pergub) DIY Nomor 112 Tahun 2014 tak pelak menimbulkan keresahan bagi Pemdes beberapa tahun terakhir.

Pasalnya, hingga kini mereka belum juga mendapatkan jaminan bahwa pihak Kasultanan Ngayogyakarta tetap akan memberikan hak kelola bagi desa atas tanah desa itu.

Sesuai Pergub tersebut, dijelaskan bahwa tanah yang semua beratasnamakan desa dialihkan sepenuhnya menjadi milik Kasultanan. Jika tak kunjung diberikan penjaminan hukum, mereka khawatir akan kehilangan hak kelola atas tanah itu. PEMBANGUNAN DESA 

“Dampak terburuk adalah kami kehilangan pendapatan desa. Padahal pendapatan desa kami lebih dari 50% sendiri berasal dari tanah desa itu,” ungkap Wahyudi Anggoro Hadi, Kepala Desa Panggungharjo Kecamatan Sewon, Jumat (17/2/2017) sore. PEMBANGUNAN DESA 

Dijelaskannya, dari total proyeksi pendapatan asli desa (PADes) Panggungharjo tahun 2107 yang mencapai Rp1,4 miliar, sekitar Rp800 juta di antaranya berasal dari tanah-tanah desa itu. Itulah sebabnya, ia sangat berharap pihak Kesultanan bisa bersikap bijaksana dalam memperlakukan Pergub tersebut. PEMBANGUNAN DESA 

Kekhawatiran itu, tambah Wahyudi, disebabkan upaya privatisasi yang dilakukan oleh pihak Keraton. Jika pengambilalihan itu dilakukan oleh Pemerintah DIY, penjaminan atas pengawasan pengelolaan tanah itu menjadi jelas. PEMBANGUNAN DESA 

“Tapi kalau diambil alih Kesultanan, kan menjadi tak jelas. Pasalnya, Kesultanan itu adalah lembaga privat, bukan lembaga publik,” terangnya. PEMBANGUNAN DESA 

Senada, Kepala Desa Selopamioro Himawan Sadjati pun berharap meski hak milik tanah desa itu nantinya akan diambil alih oleh pihak Keraton, ia tetap berharap pengelolaan tetap ada di pihak pemerintah desa. Menurutnya, dengan dikelola desa, tanah itu bisa memberikan manfaat besar bagi kemakmuran masyarakat. PEMBANGUNAN DESA 

Begitu pula terkait dengan tanah berstatus Sultan Ground (SG). Diakuinya tanah SG di Selopamioro saat ini mencapai sekitar 500 hektare lebih. PEMBANGUNAN DESA 

Tanah yang kini masih berupa hutan, pekarangan, dan lahan sawah tadah hujan yang berlokasi di lereng-lereng perbukitan itu diharapkannya kelak pun bisa dikelola oleh pihak Pemdes. “Kalau dibolehkan, sih. Kalau tidak boleh, ya kami manut saja,” katanya.

Terkait hal itu, Kepala Bagian Pemdes Setda Bantul Danang Erwanto menegaskan, pihak desa seharusnya tak perlu resah terhadap Pergub tersebut. Ditegaskannya, sejak awal pihak Badan Pertanahan Nasional sudah memilah-milah mana yang termasuk tanah desa dan mana yang termasuk tanah SG. PEMBANGUNAN DESA 

Ia pun yakin inventarisasi yang dilakukan pihak Keraton tak akan menyimpang dari data BPN tersebut. “Desa seharusnya tak usah gelisah. Toh nanti saat inventarisasi, desa juga bakal dilibatkan,” katanya saat ditemui terpisah. PEMBANGUNAN DESA 

Sumber: Harianjogja dot com
                 PEMBANGUNAN DESA     

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *