Pemberdayaan Masyarakat

sapa.or.id – Roh dari pemberdayaan masyarakat adalah “Wonge wong” (memanusiakan manusia). Konsep pemberdayaan yang ditawarkan sungguh suatu hal yang luar biasa bagi masyarakat. PNPM menawarkan bahwa semua kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dilakukan oleh masyarakat secara partsipatif. Lembaga BKM yang representatif memunculkan orang-orang yang insya allah bisa amanah, peduli dan jujur. Pendekatan pendampingan merupakan proses pembelajaran bersama bagi orang-orang yang peduli yang menghimpun diri dalam suatu kerelawanan yang mementingkan dan memikirkan kemajuan wilayahnya. Itu semua sudah dan sedang kami laksanakan dalam pendampingan ke masyarakat…. Ceritanya mah gampang, tapi kesulitannya brow..uueedaaan…….!!. Kesulitan, hantaman, perbedaan pendapat sampai kepada cacian dan cibiran dari masyarakat biasa kami terima (Nah disini fasilitator perlu tahan banting …..!). Saya teringat dengan apa yang disampaikan oleh Tokoh Pemberdayaan Bapak Bupati EEP Hidayat, Beliau mengatakan bahwa masyarakat sekarang itu ibarat secangkir kopi hitam pekat dan rasanya pahit.

Artinya masyarakat sekarang adalah bukan masyarakat yang ibarat air bening yang tdk ada permasalahan dan selalu manut. Tetapi masyarakat yang pemikirannya sudah penuh dengan ranjau, onak dan duri. Kita semua tahu bahwa paradigma pembangunan di masyarakat sudah semakin kacau karena proses pembelajaran dahulu dari program yang pernah datang ke desa hampir semuanya tidak partisipatif, tidak menumbuhkan N2LK (Nilai – nilai luhur Kemanusiaan) dan yang diburu hanya uang. Dan ketika program Pemerintah itu datang ke Desa mereka berfikir apa yang akan mereka dapatkan bukan apa yang akan mereka sumbangan kepada masyarakat sebagai relawan.
Nah…. Sekarang ada konsep baru yang ditawarkan……..! Masyarakat yang ingin maju menyambut dengan harapan akan terjadi perubahan. Ternyata betul dari desa yang didampingi mereka sangat berharap dari program ini. Mereka memahami dan merasakan bahwa dulu ketika program ini belum ada, masyarakat (apalagi yang miskin) tidak diajak untuk merencanakan dan membangun desa, tdk diajak untuk berpartisipasi, pengelolaan manajemen pembangunan tdk transparan apalagi keuangan, orang-orangnya yang terlibat hanya itu-itu saja. Dalam program ini paradigma dibalik “Masyarakat yang diberi kepercayaan untuk merencanakan, melaksanakan dan mengawasi , Aparat hanya berkoordinasi dan mengawasi” Pelaksanaan kegiatan Baik sosial dan lingkungan betul-betul terasakan oleh masyarakat.

Perencanaan kegiatan dilaksanakan oleh masyarakat dan didampingi secara terus-menerus Pembuatan Proposal, sampai kepada Pembuatan Laporan Pertanggungjawaban. Pelaksanaan Kegiatan harus melibatkan orang banyak sehingga masyarakat merasa memilki bahwa pembangunan lingkungan harus menjadi tanggungjawab bersama. Semua itu adalah proses pembelajaran oleh masyarakat.
Siklus pemberdayaan sudah berlangsung dan sedang berlangsung. Yang jadi pertanyaan besar adalah ” Apakah siklus itu sudah menjadi kebutuhan masyarakat……?! Apakah siklus itu sudah menyerap ke hati sanubari dan kalbu masyarakat……?! Apakah siklus itu akan terus dijalankan kedepan meskipun fasilitator sudah tdk mendampingi apalagi BLM sudah tidak ada …….!? Dan ini menjadi tugas siapa……!?. Kalo pemahaman pemberdayaan ini sudah meresap dan dipahami oleh aparat Pemerintah (birokrasi) dari tingkat Pusat sampai tingkat daerah. Insya Allah Perhatian akan warmis dan program penanggunalnagn kemiskinan akan ditingkatkan. Begitu pula alih kelola PNPM dari konsultan ke Pemerintah daerah akan mudah dilakukan…..
Desa Pamanukan,  Desa Jalancagak, dan Kelurahan Wanareja contoh dari sekian banyak desa yang kami dampingi yang sudah merasakan hasil dari pembelajaran di program PNPM……….semoga berkelanjutan……….

Sumber : Dedy Tardiyo Korda Subang

Terkait lainnya:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *