PENGENTASAN KEMISKINAN, BERHASILKAH?

SAPA – Dari tahun ke tahun, pemimpin silih berganti, program pengentasan kemiskinan selalu menjadi agenda utama dalam sebuah pemerintahan. Tentu saja termasuk Indonesia. Dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 200 juta jiwa, Indonesia tercatat masih memiliki lebih dari 28 juta jiwa penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan.

Oleh sebab itu, sudah pasti program penanggulangan kemiskinan menjadi hal utama bagi pemerintahan Indonesia. Salah satu upaya pemerintah dalam mengefektifkan penanggulangan kemiskinan adalah dengan mengeluarkan Perpres No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, yang bertujuan untuk mempercepat penurunan angka kemiskinan hingga 8 % sampai 10 % pada akhir tahun 2014.

Terdapat empat strategi dasar yang telah ditetapkan dalam melakukan percepatan penanggulangan kemiskinan, yaitu:

Pertama, Menyempurnakan program perlindungan social,
Kedua, Peningkatan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar,
Ketiga, Pemberdayaan masyarakat,
Keempat, Pembangunan yang inklusif.

Ada lagi PNPM-Mandiri atau Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri yang berfokus pada pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan. Juga berbagai program lainnya.Tujuan dari semua program ini hanya satu, yakni mengurangi tingkat kemiskinan dan menyejahterakan rakyat miskin di Indonesia.

Jumlah penduduk miskin pun menunjukan penurunan jumlah. Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS) bulan September 2012, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,59 juta orang (11,66 persen) atau turun sebesar 0,54 juta orang (0,30 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2012, yakni sebesar 29,13 juta orang (11,96 persen). Namun, sudahkah angka-angka ini mewakili kondisi kemiskinan di Indonesia?

Anggota Kaukus Ekonomi Fraksi PDI Perjuangan, Arif Budimanta menyatakan bahwa meskipun secara statistik Indonesia dikatakan terjadi penurunan kemiskinan, secara kualitas, kemiskinan justru mengalami involusi dan cenderung semakin kronis. Menurutnya, hal itu ditunjukkan dengan semakin meningkatnya indeks keparahan kemiskinan, terutama di wilayah pedesaan yang meningkat hampir dua kali lipat selama tahun 2012.

“Badan Pusat Statistik mencatat, indeks keparahan pada Maret 2012 sebesar 0,36. Padahal, pada September 2012 menjadi 0,61. Kenaikan indeks ini menunjukan dua hal, yaitu semakin melebarnya kesenjangan antarpenduduk miskin dan juga semakin rendahnya daya beli dari masyarakat kelompok miskin karena ketidakmampuan mereka memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup sampai dengan batas pengeluaran garis kemiskinan yang hanya sebesar Rp 259.520 per bulan,” paparnya.

“Sementara, di sisi lain, kenaikan upah yang diterima buruh tani atau buruh hanya antara 1 persen dan 3 persen dalam tahun 2012. Tidak seimbangnya antara kenaikan upah yang diterima dan kenaikan harga kebutuhan dasar tersebut menjadi salah satu penyebab keadaan kemiskinan di Indonesia tak berubah banyak dari waktu ke waktu,” lanjutnya.

Jadi, kurang tepat rasanya jika menghitung standar kemiskinan dari segi pengeluaran. Karena apa yang bisa dibeli dengan uang Rp259.520 per bulan sebelum inflasi tentu berbeda dengan kebutuhan pokok yang bisa dibeli saat inflasi naik. Jumlah pengeluaran sama namun barang yang didapat jadi lebih sedikit. Jika kondisi ini terus berlanjut, dikhawatirkan target pemerintah untuk mengurangi kemiskinan hingga 8 persen di akhir tahun 2014 akan sulit tercapai.

Sebenarnya pemerintah sudah memiliki program yang baik dan bagus dalam setiap masalah pemerintahan. Secara teori, program penanggulangan kemiskinan pun terlihat baik dan efektif dalam mengurangi tingkat kemiskinan. Namun, semua kembali pada kenyataan, yakni sinkronisasi antara teori program yang tertulis dengan praktek nyata di lapangan. Segala program yang direncanakan sedemikian rupa oleh pemerintah hanya akan berhasil bila praktek dilapangan pun berjalan sesuai yang direncanakan. Untuk ini, pengawasan dalam setiap program penanggulangan kemiskinan merupakan hal yang sangat penting.

Masih banyak yang harus dilakukan pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan. Tapi, pemerintah tentu tidak bisa sendiri mengerjakan itu semua. Perlu kerja sama yang terintegrasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan tentu saja masyarakat itu sendiri.

Menurut Direktur Utama Dompet Dhuafa Ahmad Juwaini, peran masyarakat sangat berpengaruh. Ia mengatakan, yang bisa mengurangi angka kemiskinan adalah keterlibatan rakyat dalam kegiatan ekonomi. Menurutnya, jumlah orang kaya itu setara dengan jumlah orang miskin.

“Jika satu orang kaya dapat memberdayakan satu orang miskin, maka angka kemiskinan di Indonesia bisa dipangkas dengan cukup cepat,”. Bisakah hal tersebut terjadi? Semoga.

Sumber : Radar Online dot com
                                                    Kemiskinan – Penanggulangan Kemiskinan – Melawan Pemiskinan – Pengentasan Kemiskinan – TKPK – Angka Kemiskinan- Data Kemiskinan – Musrenbang – PNPM Mandiri

Terkait lainnya:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *