PROGRAM PERLINDUNGAN SOSIAL DI KABUPATEN PANGKEP

SAPA INDONESIA – KABUPATEN Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) adalah salah satu kabupaten dari 24 kabupaten/kota yang ada di Sulawesi selatan. Luas wilayah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) adalah 111.210 km2 yang meliputi wilayah daratan dan kepulauan yang terdiri dari 13 kecamatan dan 103 desa/kelurahan (65 desa dan 38 kelurahan). Dari desa dan kelurahan tersebut terdapat 437 RW dan 1.285 RT. Kab Pangkep berjarak 51 km dari Kota Makassar, ibukota Propinsi Sulawesi Selatan.

Hingga tahun 2013, jumlah penduduk Kabupaten Pangkep adalah 325.239 jiwa terdiri dari 168.233 orang perempuan dan 157.006 orang laki-laki. Jumlah tersebut menunjukan proporsi penduduk laki-laki lebih kecil 48,27 % sedangkan perempuan 51,73 %. Khusus untuk Liukang Tuppabiring Utara yang menjadi lokasi program Gender Watch kerja sama antara YKPM Sulsel – Institut KAPAL Perempuan dan Pemerintah Kabupaten Pangkep, jumlah penduduknya adalah 13.692 orang dengan komposisi 7.008 perempuan dan 6.684 laki-laki.

Kabupaten Pangkep memiliki 117 pulau, 80 diantaranya berpenghuni sedangkan 37 pulau tidak berpenghuni. Pulau-pulau yang ada di Pangkep jaraknya cukup berjauhan, 2 kecamatan yakni Liukang Kalmas dan Liukang Tangaya memiliki jarak yang sangat jauh dari ibukota kabupaten yaitu Pangkajene. Kondisi ini menyebabkan pelayanan publik khususnya kesehatan dan pendidikan menjadi tertinggal yang kemudian berimplikasi pada indeks pembangunan manusia yakni 69.89. Angka ini membuat Pangkep berada di posisi 22 dari 24 kabupataen/kota di Propinsi Sulawesi Selatan yang memiliki IPM 72,14. Kondisi ini juga berdampak pada GDI yakni 58,93 dan berada di peringkat 7 di Sulawesi Selatan.

Berdasarkan data BPS, angka kemiskinan Kabupaten Pangkep Tahun 2010 hingga tahun 2013 mengalami trend penurunan. Pada tahun 2010 jumlah penduduk miskin berjumlah 58.872 jiwa atau 16,62 % namun menurun menjadi 56.400 jiwa namun secara persentase meningkat atau 17,75 % pada tahun 2013. Presentase jumlah kemiskinan di Kabupaten Pangkep hingga tahun 2013 berada di posisi teratas dibandingkan seluruh kabupaten/kota se-Sulawesi Selatan, sementara diurutan kedua adalah Toraja Utara 16,53 % dan Jeneponto 16,52 %. Tahun 2014 data BPS Pangkep masih di posisi tertinggi 16,38 % atau sekitar 52,600.

Bila dilihat dalam lima tahun terakhir, trend penurunan angka kemiskinan mengalami penurunan namun sangat lambat dan tidak relevan dibandingkan dengan tingkat provinsi dan nasional yang mengalami penurunan cepat. Beberapa hal yang disebutkan dalam dokumen Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) tahun 2013, bahwa hal-hal yang mempengaruhi penurunan angka kemiskinan adalah pembagian beras miskin (raskin), peningkatan upah, pertumbuhan ekonomi yang stabil, penurunan tingkat pengangguran serta harga beras yang stabil.

Disebutkan juga bahwa peranan komoditas makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditas bukan makanan yakni perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan termasuk beberapa program penanggulangan kemiskinan yang di dorong oleh LSM/NGO Internasional maupun Nasional bekerja sama dengan NGO lokal baik di Pangkep maupun di Makassar, tercatat beberapa program yang masuk ke Pangkep yang paling progresif adalah YKPM Sulsel bersama Institut KAPAL perempuan. Programnya menyasar perempuan miskin marginal dengan area fokus di kepulauan, 10 pulau 4 Desa di Kecamatan Liukang Tuppabiring Utara. Kegiatan pemberdayaan kelompok perempuan miskin melalui Gender Watch atau pengorganisasian melalui sekolah perempuan yang sampai saat ini sudah mencapai 480 anggota dari 19 sekolah perempuan.

Pemberdayaan perempuan mendorong daya kritis terhadap ketimpangan dan diskriminasi gender yang dialami perempuan secara sistimatis dan terstruktur dan dibangun dari rekonstuksi sosial budaya patriarkhi sehingga dampaknya terhadap pembangunan gender merugikan kelompok perempuan pulau tersebut. Tak dapat dihindari pelayanan kesehatan dan pendidikan serta kurangnya infrastruktur dasar berkontribusi terhadap kapasitas perempuan, hilangnya akses dan asset membuat perempuan pulau makin dimarginalisasi. Dengan kehadiran YKPM bersama KAPAL Perempuan membawa harapan kemajuan bagi perempuan pulau. Saat ini sudah mulai bangkit dan kritis terhadap pembangunan, bahkan menuntut haknya termasuk terlibat dalam Musrenbang dan dinamika politik lokal.

Tentu saja perubahan-perubahan tersebut disebabkan karena adanya program Gender Watch yang saat ini telah memasuki tahun ketiga yang selanjutnya akan dijabarkan dalam laporan tahunan periode Januari-Desember 2015 berikut ini.

2.Program perlindungan yang berpresfektif keadilan gender

Program perlindungan sosial yang berprefestif keadilan gender kami membatasi pada peran 3 peran penting SKPD terkait dalam mendukung partisipasi perempuan dari sisi perencanaan sampai kepada pelaksanaan dan evaluasi program ;

a. DINAS KESEHATAN
b. BPPA KB
c. BAPPEDA
1.1. DINAS KESEHATAN.
a. Sumberdaya manusia

Dinas kesehatan memiliki tenaga kesehatan yang terbatas untuk melayani penduduk di kab pangkep. Namun, tenaga kesehatan tersebut umumnya berada di daratan. Untuk kepulauan dinas kesehatan hanya memiliki 8 dokter umum PTT yang bekerja di 8 pulau dan dibantu dengan tenaga kesehatan seperti perawat dan bidan. Ke 8 dokter PTT tersebut adalah perempuan dan bertempat tinggal di pulau tempatnya ditugaskan (sekarang ini sdh tidak ada lagi dokter PTT), sementara dokter kabupaten berjumlah 11 orang jadi jumlah dokter keseluruhan adalah 19 orang, saat ini saat data diambil jumlahnya 11 orang semua dokter kabupaten karena dokter PTT sudah ditarik ke Jakarta.

Dari jumlah dokter tersebut tentunya tidak dapat menjangkau semuan pulau –pulau yang terdiri dari 104 pulau yang berpenghuni. Sehingga pelayanan kesehatan masyarakat pulau terluar khususnya tidak dapat dilayani.
Di Pulau – pulau ada seorang paramedis yang setia mengelilingi pulua-pulau dengan atas dasar kepedulian bermodalkan perahu kecil dan peralatan medis seadanya serta obat-obatan apa adanya itulah yang menjadi harapan masyarakat dikepulauan mendapatkan layanan kesehatan.

b. Infrastuktur dasar perlindungan sosial kesehatan masyarakat

Infrastuktur dasar di kabupaten pangkep, khususnya di pulau sangat terbatas, saat ini kab pangkep hanya memiliki fasilitas puskesmas sebanyak 8 di pulau, sementara jumlah pulau yang harus dilayani sebanyak 104 pulau. Fasilitas kesehatan di puskesmas juga sangat terbatas, mengingat sulitnya membawa alat – alat kesehatan ke masing – masing puskesmas. Akses transportasi juga sangat terbatas, dikarenakan dinas kesehatan tidak punya kapal khusus yang bertugas untuk melayani masyarakat yang akan berobat di puskesmas, meskipun di setiap puskesmas ada anggaran khusus untuk membayarkan sewa perahu masyarakat yang ingin berobat, namun kebanyakan masyarakat tidak mengetahui informasi tersebut. Menurut sekertaris dinas kesehatan, di setiap pulau sebenarnya ada puskesdes yang melayani masyarakat, namun yang bertugas di poskesdes hanya perawat PTT yang masih kurang berpengalaman dan tidak memiliki keahlian yang cukup untuk memberikan pengobatan kepada masyarakat.

c. Program kesehatan

Saat ini kabupaten pangkep memiliki program kesehatan unggulan yaitu keluarga sadar gizi. Program ini bertujuan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya kesadaran mengenai gizi dan kesehatan. Program ini mensosialisasikan 3 aspek yaitu anak harus ditimbang, konsumsi garam beryodium dan pola hidup bersih dan sehat. Dalam pelaksanaanya, di setiap puskesmas ada petugas gizi yang bertugas mendampingi ibu – ibu yang sedang hamil. Akan tetapi, program ini baru bisa di laksanakan di wilayah daratan saja. Hal tersebut disebabkan, karena puskesmas yang ada di pulau kekurangan petugas sehingga program keluarga sadar gizi ini tidak dapat dijalankan secara maksimal di 8 puskesmas tersebut.

d. Partisipasi masyarakat dan perempuan dalam perlindungan sosial

Bisa dikatakan partisipasi mayarakat termasuk perempuan dalam hal kesehatan hampir tidak ada, hal tersebut dikarenakan masyarakat, khususnya masyarakat pulau tidak pernah dilibatkan untuk berdialog mengenai kebutuhan masyarakat dan hal apa saja yang dibutuhkan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Forum – forum masyarakat yang seharusnya terlibat seperti musrenbang tidak melibatkan perempuan, pada akhir –akhir ini sejak adanya program Kapal bersama YKPM perempuan dipulau sudah mulai aktif membicarakan soal kesehatan dan perlindungan sosial.

e. Jaminan kesehatan

Jaminan kesehatan adalah jaminan kesehatan nasional yang terintegrasi kedalam BPJS. Namun, menurut pengakuan salah satu staff dinas kesehatan, bahwa simpang siurnya data masyarakat khususnya data masyarakat di kepulauan menyebabkan pemberian JKN ini masih belum sepenuhnya diberikan kepada masyarakat.
Beberapa kasus kesehatan yang pemegang BPJS tidak mendapatkan layanan yang baik dari rumah sakit para pemegang kartu BPJS merasakan adanya perlakukan diskriminatif dari petugas kesehatan di rumah sakit.

f. Dukungan dari pemerintah kabupaten dan tokoh masyarakat.

Dinas kesehatan belum sepenuhnya mendapatkan dukungan baik dari pemerintah kabupaten maupun dari tokoh masyarakat, khususnya di kepulauan. Hal tersebut dapat dilihat dari anggaran untuk dinas kesehatan baik untuk pembangunan infrastuktur seperti puskesmas puskesdes dan anggaran untuk program – program kesehatan yang masih terbatas. Minimnya program kesehatan di kabupaten pangkep disebabkan oleh asumsi bahwa pelayanan kesehatan telah di fasilitasi oleh Negara dengan adanya jaminan kesehatan nasional.

2. 2. Peran BPPPA KB dalam memberdayakan perempuan
a. Sumberdaya manusia
Dukungan sumberdaya manusia di kantor BPPA KB sangat minim sekitar 27 orang staf saja (21 perempuan dan 7 laki-laki) dengan jumlah perempuan atau penduduk yang akan mendapatkan pelayanan 325,239 perempuan 168,233 dan laki-laki 157,006 hal ini membuat BPPPA KB sangat sulit untuk melakukan kegiatan khususnya kegiatan di daerah pulau.
b. Program pemberdayaan perempuan:

Program pemberdayaan perempuan adalah melatih kelompok usaha perempuan di daerah pesisir mengenai keterampilan industri rumah tangga. Saat ini kelompok yang dilatih memproduksi abon ikan dan keripik dari rumput laut. Kelompok yang dilatih adalah kelompok yang memang sudah ada dan telah melakukan kegiatan. BPPKB tidak melakukan upaya pembentukan kelompok dengan melibatkan masyarakat yang tidak punya akses kepada kelompok yang sudah ada. Selain itu, BPPKB tidak melakukan upaya pemberdayaan perempuan baik dengan membentuk kelompok usaha perempuan maupun program pemberdayaan lain di daerah kepulauan. BPPKB saat ini hanya bermitra (memamfaatkan) program mampu yang melakukan upaya pemberdayaan di 4 desa. Dengan kata lain, upaya pemberdayaan perempuan hampir dikatakan tidak ada.

c. Peran BPPKB dalam Partisipasi masyarakat

Partisipasi mayarakat dalam upaya pemberdayaan masyarakat khususnya kalangan perempuan di pulau bisa dikatakan tidak ada. Hal tersebut dapat dilihat dari tidak adanya program – program pemberdayaan masyarakat yang diperuntukkan untuk memberdayakan kalangan perempuan di pulau. Kehadiran program MAMPU di 4 desa sangat membantu BPPKB Kab Pangkep dalam hal pemberdayaan masyarakat di pulau.

d. Dukungan Pemerintah kabupaten.

Dukungan pemerintah kabupaten terhadap program pemberdayaan masyarakat sangat minim, alokasi anggaran yang sangat terbatas membuat BPPKB hanya melakukan kegiatan pelatihan bagi kelompok peempuan yang sudah terbentuk. Namun, tidak melukakan pembentukan kelompok untuk dilatih dan diberdayakan, untuk berpikir kritis.

Dalam perlindungan sosial khusus perempuan dikepulauan sama sekali tidak ada karena sulitnya mengjangkau kepuluaan apalagi keterbatsan anggaran pembiayaan. Pemberdayaan perempuan untuk dapat mengakses layanan kesehatan juga tidak menjadi prioritas agenda BPPKB karena dianggap itu domain kesehatan, paradigm berpikir sektoral ini membuat program pemerintah menjadi tidak efektif dan efesien.

3.3. BAPPEDA Kabupaten Pangkep.
a. Program Perlindungan sosial.

program perlindungan sosial melekat di masing – masing skpd terkait seperti dinas kesehatan, BPPKB dan dinas sosial. Oleh karena itu, Bappeda tidak merencanakan secara khusus program perlindungan sosial di kabupaten pangkep.
b.Partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan.
Sejauh ini partipasi masyarakat dilakukan dengan mekanisme musrembang, namun untuk mengukur secara khusus sejauh mana partisipasi perempuan khususnya di daerah pulau belum dapat dilakukan.
Keterlibatan perempuan dalam musrenbang khusus diwilayah kepulauan kecuali di di wilayah program YKPM-Kapal mulai ada , sementara wilayah pulau lainnya belum ada karena akses dan jangkauan sangat sulit, sehingga bisa diduga bahwa jangan keterlibatan dalam melaksanakan dan mengevaluasi, memantau program perlindungan sosial akan dilakukan oleh perempuan miskin marginal, terlibat dalam perencanaan pun sesuatu yang belum bisa dilakukan.

3. Temuan-temuan
Temuan yang penting dalam tulisan ini adalah bahwa pelayanan perlindungan sosial diwilayah kepulauan sangat terbatas, dari 104 pulau hanya dilayani 19 dokter saat ini hanya 11 dokter saja , dengan 8 puskesmas, khusus wilayah program GW saja rasanya tidak memadai dengan 8 dokter untuk melayani penduduk 13,692 terdiri dari 7008 perempuan dan 6684 laki-laki, ini tidak termasuk penduduk pulau yang diluar wilayah prigram GW.
Di dinas kesehatan ada program perbaikan gizi anak namun program tersebut tidak mengjangkau kepulauan karena terbatasnya petugas kesehatan, begitu juga soal anggaran dari apbd belum mencukup untuk melalukan ekspansi kegiatan kepulau terluar.

Partisipasi perempuan dalam perencanaan perlindungan sosial tidak kecuali didaerah lokasi YKPM bekerja sudah mulai ada dan sudah dilibatkan dalam musrenbang.
Kesehatan Nasional berupa BPJS belum maksimal dijalankan karena kesimpang siuran data dan tidak adanya sosialisais yang cukup di masyarakat kepulauan.

Pemberdayaan perempuan yang merupakan domain BPPKB lebih memilih kegitan usaha bersama masyarakat, seharusnya kegiatannya juga bisa dikembang untuk memberdayakan perempuan untuk pendidikan kritis, itupun dilakukan diwilayah daratan pangkep, belum sampai di kepulauan.

Sumberdaya manusia yang terbatas jumlahnya juga mempengaruhi jangkauan kegiatan kepulau sementara dukungan pendanaan APBD juga tidak memadai rata-rata pertahun…… ini tidaklah memadai dibandingkan dengan jumlah perempuan yang harus dijangkau untuk diberdayakan dari jumlah penduduk 325,239 , perempuan 168,233 dn laki-laki 157,006.

Bappeda Kabupaten Pangkep sebagai badan yang bertanggungjawab untuk melakukan perencenaan pembangunan berbagai sector berpendapat bahwa untuk kegiatan perlindungan sosial adalah tanggungjawab masing-masing SKPD sesuai kewenangannya, Bapeda tidak berupaya melakukan reschedule perencanaan bilamana SKPD tersebut tidak mencamtumkan program perlindungan sosial secara baik, karena nanti juga akan dibahas di DPRD bersama SKPD pada rapat konsultasi.
Mekanisme perencanaan pembangunan melalui musrenbang masih sulit dilaksanakan diwilayah kepulauan karena persoalan infrastruktur yang terbatas, sehingga untuk melibatkan kaum perempuan pun sulit dilakukan.

4. Analisis
Dengan mendalami persoalan perlindungan sosial di kabupaten pangkep diatas dapat disimpulkan bahwa perlindungan sosial tidak memiliki prefestif keadilan gender, ini dapat dilihat dari proses perencanaan dan penganggaran yang tidak memprioritaskan kepentingan dan kebutuhan mendasar perempuan yang sangat riskan dengan persoalan kesehatan terutama ibu hamil, anak balita dan bayi baru lahir.

Begitu juga dengan proses perencanaannya tidaklah partisipatif, jangankan melibatkan kan perempuan di musrenbang ataupun di forum-forum pengambilan keputusan ditingkat desa, musrenbang yang merupakan arena partisipasi masyarakat jarang dilakukan dipulau-pulau karena sulitnya akses dan jangkauan kalupun dilakukan hanya formalitas belaka dan diikuti segelintir orang yang berpengaruh di Desa.

Ruang partisipasi yang tidak ada dan proses perencanaan yang top dawn berdampak pada tidak berjalannya transformasi kepada masyarakat terkhusus ke perempuan marginal dan miskin, pendidikan kritis yang diharapkan dari proses perencanaan tidak bisa diharapkan karena ketiga aspek keadilan gender, partisipasi dan tranformasi tidak berjalan dengan baik.

5.Tuntutan
Berdasarkan permasalahan tersebut diatas dengan memperhatikan berbagai aspek persoalan dalam perlindungan sosial di Kabupaten Pangkep maka tuntutan yang muncul adalah :
1.perlunya kebijakan khusus perlindungan sosial di wilayah kepuluan kabupaten pangkep, kebijakan khusus meliputi pengembangan sumber daya manusia baik secara kualitas maupun kuantitas, kebijakan penganggaran yang pro poor, dan pembangunan infrastruktur dasar maupun infrastruktur yang mendukung pelayanan sosial dasar dan perlindungan sosial di kepuluan.

2.Agar pembangunan dapat menyentuh masyarakat marginal dan perempuan miskin maka proses partisipasi harus dibangun dari bawah dengan melibatkan komunitas perempuan miskin dan marginal, sehingga data yang factual tentang kemiskinan,masalah perempuan betul-betul valid, dengan demikian metode pendataan alternative melalui AGBK (audit gender berbasis komunitas) adalah pilihan alternative yang memungkinkan untuk itu.

3.Disamping itu dengan metode alternative PRA AGBK ini bukan hanya sekedar metode penggalian data yang akurat, AGBK juga sebuah proses tranformasi dan pemberdayaan kritis masyarakat miskin dan marginal. Hasilnya dapat menjadi data alternative pemerintah untuk mengatasi masalah kesimpangsiuran data dalam sasaran perlindungan sosial yang selalu bersoal terhadap ketidak tepatan sasaran

4.Keterpaduan SKPD antara satu dengan yang lainnya perlu bersinergi salin dukung dan terkait guna memaksimalkan pembangunan di kepulaun seperti yang dipersyaratkan dalam program desa mandiri di pangkep hal penting karena keterbatasn anggaran yang tersedia sehingga sinergi pembangunan penting dilakukan agar dapat menghasilkan kegiatan pembangunan yang efektif dan efesien terutama program perlindungan sosial yang baik di kepulauan.

Oleh: Mulyadi Prayitno Korda SAPA Sulawesi Selatan
                          

Terkait lainnya:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *