KELOMPOK TANI DI NTB TERANCAM TAK NIKMATI BANTUAN KEMENTAN

SAPA – SEBANYAK 13.000 kelompok tani di NTB terancam tidak dapat menerima bantuan dari Kementerian Pertanian (Kementan) Republik Indonesia. Persoalannya, kelompok tani tersebut belum terdaftar resmi berkelompok. Kepala Badan Koordinasi dan Penyuluhan (Bakorluh) Provinsi NTB, Ir. Hj. Husnanidiaty Nurdin, MM menyebutkan, di Provinsi NTB data berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat sebanyak 667.000 KK yang bermata pencaharian sebagai petani.

Dari jumlah tersebut yang sudah berkelompok hanya sebanyak 13.000 kelompok, sisanya potensi sekitar 13.000-an kelompok belum memiliki kelompok secara resmi. “kalau tidak berkelompok, tidak dapat diberikan bantuan” terangnya. Yang mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat pun, adalah mereka para petani yang memiliki kelompok dan sudah mendapatkan SK dari masing-masing pimpinan daerah di Kabupaten/Kota.

Sementara data terakhir (2013) tentang jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja pada sektor pertanian mencapai 45,02% setara dengan 892.313 jiwa. Jika dirinci maka terdapat sekitar 111.644 orang penduduk berprofesi sebagai petani di Lombok Barat, 250.094 orang di Lombok Tengah, 200.056 di Kabupaten Lombok Timur, 104.066 orang di Kabupaten Sumbawa.

Termasuk juga sekitar 33.989 orang di Kabupaten Dompu, 116.364 orang di Kabupaten Bima, 19.733 di Kabupaten Sumbawa Barat, 7660 orang di Kabupaten Lombok Utara, 40.891 di wilayah Kota Mataram dan 7816 orang di wilayah Kota Bima. Merujuk pada jumlah kelompok yang sudah terbentuk di atas, maka dapat dipastikan bahwa jumlah petani yang belum membentuk kelompok jauh lebih banyak dari yang sudah membentuk kelompok.

Beberapa persoalan yang menyebabkan petani tidak berkelompok, diantaranya, koordinasi dengan pemerintah desa yang tida maksimal dilakukan. Termasuk banyak petani yang merasa sudah sangat mandiri untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam rangka berproduksi.

“Pekerjaan Rumah” Bakorluh menurut Kepala Badan masih cukup besar untuk mengajak pada petani tersebut membuat kelompok tani bagi yang belum berkelompok. Pembinaan terus dilakuan, sekaligus sebagai ajakan kepada petani. Sebab, petani jika tidak berkelompok akan sangat merugi.

Salah satu akibat dari tidak bekelompoknya petani adalah, banyak diantara petani tersebut yang pada saat membutuhkan pupuk, tidak dapat dipenuhi. Sebab pupuk bersubsidi yang diberikan oleh pemerintah lebih diutamakan kepada yang sudah berkelompok. Akibatnya, para petani tersebut harus membeli pupuk di pengecer dengan harga mahal yang melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Bahkan, petani yang belum berkelompok itulah yang justru mengambil jatah pupuk petani yang sudah berkelompok.

Akibatnya, seperti yang terjadi sekarang, pupuk kadang-kadang langka dan mahal karena diambil oleh petani yang tidak tercatat berkelompok tersebut. “jika mereka sudah berkelompok, gampang dihitung kebutuhannya. Dan tidak terjadi kelangkaan apalagi mahal sepert informasi yang kita dengan selama ini” demikian dijelaskan oleh Ibu Eny.

Seperti diketahui, dalam kunjungannya beberapa waktu lalu ke kelompok-kelompok tani di NTB. Menteri Pertanian Republik Indonesia, Ir.Dr.H Amran Sulaiman menyatakan men-support sepenuhnya seluruh kegiatan pertanian di daerah ini. Menteri mengalokasikan dukungannya berupa alat-alat mesin pertanian sebanyak 1.637 unit dari total sebanyal 60.000 unit yang disebar di seluruh Indonesia. Tentunya, dukungan itulah yang kemungkinan tidak dapat dinikmati oleh petani yang tidak bekelompok seperti yang dijelaskan Kepala Bakorluh NTB.

Oleh: Siti Sanisah Korda SAPA Kawasan NTB
                         

Terkait lainnya:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *