PENYUSUNAN SPKD MEMAHAMI KEMISKINAN DAN MENGGAMBARKAN KONDISI KEMISKINAN DAERAH

SAPA – Kegiatan ini dilaksanakan oleh TKPKD Provinsi Sumatera Utara. Bappeda Provinsi Sumatera Utara menyampaikan dan menghimbau agar dalam pelaporan program penanggulangan kemiskinan, di laporkan juga inovasi daerah dari Kabupaten/Kota seperti Jamkesda, PNPM dan lain-lain.

Dalam pelatihan ini narasumber berasal dari TNP2K Bidang Kelompok Kerja Advokasi Daerah a.l. Togi Sianipar, Aji dan Moh Arif Tasrif. Peserta berasal dari perwakilan 33 TKPKD Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara.

Berikut ini sekilas gambaran awal pelatihan penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD).

Dari sebagian peserta, sudah ada yang pernah magang di Kantor TNP2K. Jika dicari satu kata untuk mewakili tujuan kita di satu tempat ini adalah “kemiskinan”. Setengah hari ini kita akan berbicara kemiskinan. Jika menyerap semua pelajaran dari sini maka bisa menjadi sarjana kemiskinan.

Menurut ibu, dari Tapsel Apa itu kemiskinan: “Kondisi kekurangan untuk kebutuhan hidup”. Peserta lain menambah “Kebutuhan dasar tidak terpenuhi”.

Kemiskinan menurut para ahli hampir sama dengan pendapat kita yakni: Ketidakmampuan, kekurangan. Hampir semua negara menggunakan konsep Bank Dunia; Miskin artinya Kurang Sejahtera.

Pendapat peserta dari Medan, Sejahtera artinya mampu secara ekonomi. Peserta Padang Lawas Utara (Paluta) berpendapat; mampu menghidupi, mampu memenuhi kebutuhan primer dan sekunder. Nias Selatan berpendapat; memenuhi kebutuhan dasar yang menyangkut kesehatan, pendidikan dan kebutuhan ekonomi. Arti Sejahtera menurut para ahli juga hampir sama dengan pendapat peserta; Dikaitkan dengan kepemilikan pendapatan dan konsumsi.

Ketika sudah berkembang, saat ini Kesejahteraan tidak hanya diukur dengan uang. Namun konsep kesejahteraan termasuk juga berapa banyak waktu untuk anak-anak, polusi, dan lain-lain. Sekarang orang yang tidak sekolah dikatakan miskin walaupun punya uang, akhirnya muncul kemiskinan multi dimensi.

Pada kesempatan ini kita tidak akan berbicara tentang kemiskinan ekonomi melainkan kemiskinan multidimensi, mulai dari ukuran uang, bisa tertawa dan lain sebagainya.

Kapan Sejahtera Kurang? Dengan cara apa kita bahwa kita kurang sejahtera? Kriteria “Kurang”: Absolut vs Relatif. Barang siapa yang garisnya mutlak maka dia miskin, ini hanya kriteria. Contoh ada 5 buah gelas yang berisi air. Dua diantaranya berisi dibawah 40% air. Jika kita katakan 40% dari jumlah penduduk maka ada 2 orang yang miskin dari 5 orang. Ini merupakan konsep kemiskinan relatif. Contoh kemiskinan absolut adalah adalah “Data Susenas”.

Kemiskinan relatif: Data PPLS (Basis data terpadu kemiskinan).

Jika kita datang kesuatu kampung, kita tanya masing-masing orang. Semua orang bisa menyatakan miskin dan tidak miskin. Semua orang bisa menyatakan kurang untuk dirinya. Ada orang yang hidup sederhana tetapi bilang cukup dan sebaliknya ada orang yang lebih dari cukup menyatakan dirinya tidak cukup. Setiap orang bisa menyatakan hal tentang dirinya, ini dikatakan kemiskinan subjektif.

Kemiskinan Subjektif vs Objektif

Tidak tahu kemiskinan diletakkan dimana, jika dilakukan kemiskinan subjektif. Maka dibuat sebuah normatif, kondisi objektif maka pantasnya kondisi manusia butuh makan…. Sehingga diperoleh kriteria objektif. 2$ perhari merupakan kriteria yang sifatnya objektif.

Teks resmi BPS menyatakan Kemiskinan merupakan ketidak mapuan individu untuk memenuhi kebutuhan dasar yang minimum. Kebutuhan dasar: makanan dan non makanan. Kurangnya dimana. BPS menggunakan Garis kemiskinan makanan dan non makanan. Garis kemiskinan makanan dihitung dari 15 komoditas. Garis kemiskinan Non makanan 47 komoditas di desa dan 51 komoditas di kota, maka sejahtera secara non makanan. Sehingga kita ketemu kriteria kemiskinan yang absolut (satu garis ditetapkan), dan Objektif (kabutuahan perkapita/perhari).

Orang miskin di Indonesia sebanyak 29 juta orang adalah orang yang pendapatannya dibawah garis kemiskinan atau (11,6%) dari total populasi yg dihidup dibawah garis kemiskinan yang dihitung secara ekonomi.

Namun hal ini belum bisa menggambarkan kondisi kemiskinan. Berapa banyak yg hidup dibawah garis kemiskinan (PO). Berapa jumlahnya. Indeks kedalaman kemiskinan (indeks yg menyatakan kesenjangan antara garis kemiskinan dengan rata-rata pengeluaran perkapita perbulan. Jika indeks besar maka kedalaman kemiskinan besar. Secara rata-rata orang tertekan. Gapnya besar. Jika nilainya 0,2 maka orang miskin mendekati garis kemiskinan pengeluarannya.

Keparahan kemiskinan adalah Indeks keparahan antar orang miskian, kesenjangan antara sesama mereka misalnya anatar 50 ribu – 250 ribu. Jika selisih anatara pengeluaran makin besar maka Tingkat kedalaman kemiskinan besar. Kedalaman besar, keparahan tinggi dan jumlahnya banyak.Jika suatu daerah seperti ini maka Tugas Bupati berat. Ini yang bisa dicek selama 3 hari training ini.

Ada ukuran lain dari kemiskinan itu, ukurannya tidak harus ekonomi mis. pendidikan, ketenaga kerjaan, sarana prasarana dasar, kesehatan. Jika ukuran ini kita gunakan semua maka ini yang dinamakan kemiskinan multidimensi. Betapa kita akan naif/sesat jika hanya mendefenisikan kemiskinan hanya berdasarkan ekonomi.

Seperti yang terjadi di Banten, Angka Kemiskinan turun, Pengangguran Terbuka naik, terjadi paradoks. Oleh sebab itu jangan hanya hanya melihat 1 dimensi. Orang menganggur dikota besar belum tentu miskin dan orang yang bekerja di desa belum tentu tidak miskin.

Apakah situasi itu juga terjadi didaerah kita??.

Ada 2 kelompok data kemiskinan, data makro adalah jumlah dan prosentasi kemiskinan yang dikeluarkan data agregat. Data ini dikelurkan setiap tahun berdasarkan data Susenas. Po atau Tingkat Kemiskinan. Data mikro adalah Data yang turun ke level rumah tangga, bagaimana status pekerjaanya, ketahanan pangan, pendidikan, contohnya PPLS 2011.

Data sudah diolah, sudah diinput dalam 1 aplikasi. Bagaimana cara menggunakan data itu. Intinya dalam menyususn SPKD akan menggunakan kedua data ini. Paparan diatas ini merupakan bagian “Memahami Kemiskinan (Bab I SPKD)”

Topik selanjutnya adalah “Menggambarkan kondisi kemiskinan daerah”
Dalam topik ini kita menggambarkan kondisi kemiskinan daerah dengan indikator yang telah diuraikan diatas.

Kondisi Makro

Dengan menggunakan Matrik, kita dapat membuat Analisis kemiskinan daerah. Ini hanya alat bantu. Dari matrik ini, maka secara makro kita bisa menggambarkan kondisi kemiskinan daerah kita. Kemiskinan meningkat, tajam, dll.

Selanjutnya pindah ke indikator, misalnya persentase penduduk miskin turun namun jumlah penduduk miskin bertambah. Juga, Garis Kemiskinan. Secara rata-rata orang miskin tertekan, maka progran perlindungan sosial disilang. Ada problem bantuan sosial. Sebagian orang miskin naik pendapatannya dan sebagaian lagi tertinggal.

Ada kriteria secara mikro kita juga buat, karena tidak lengkap data. PPLS 2011, PPLS 2008, PSE 2005 tidak serta merta bisa disandingkan karena metodologi dalam menentukan kriteria menentukan orang miskin berbeda. Membandingkan domba dengan kambing. Cara mengumpulnan, pertanyaan, cara mengolah berbeda.

Kita hanya menganalisis posisi relatif PPLS 2011. Banyak yang belum tahu informsi rumah tangga, fakta mikro dengan data mikro. Mis. Berapa banyak keluarga miskin yang punya kulkas.

Indikator kemiskinan multidimensi. Bisa indikator yang mirip yang datanya ada di daerah.
Setelah selesai membuat matrik Kondisi Kemiskinan Daerah maka bisa dilanjutkan dengan Output : Prioritas Bidang; Di Bidang Pendidikan ada masalah apa …. perlu menyelesaikan apa…

Selanjutnya, menelusuri Determinan Kemiskinan Daerah. Kenapa ini terjadi, Apa masalah yang ada didaerah. Mis. Penurunan kemiskinan lambat??? Kenap itu terjadi. Menguji hipotesis yang ada.

Seputar Tanya-Jawab:
Kabupaten Samosir, apa betul tingkat kemiskinan turun dari 16,5% menjadi 14,5 %. Soal data jamkesmas apakah mengacu TNP2K, terjadi tumpang tindih data didaerah.

Soal integrasi data: Pra Sejahtera, PMKS. adalah satu metotodogi data yang kita gunakan. Pengintegrasian ini dari data primer menjadi data sekunder. Masing-masing daerah akan mempunyai karakteristik.

Tapteng: PPLS 2011 kita sudah diperoleh tetapi jamkesmas tidak diperoleh karena sudah diberikan ke Dinas kesehatan. Katanya diberikan ke TKPKD. Bagaimana koordinasi dengan kementrian sosial. Kementrian sosial menyarankan untuk verifikasi data.

PPLS 2011 terbaik, dari segi variasi dan elaborasi. Pastikan dua hal, data yang dikumpulkan adalah data komplementer yang melengkapi data yang ada. Mis. Apa kegiatan ekonomi keluarga miskin, statusnya sebagai apa. Pastikan updating dari data yang sudah ada. Sudah ada yg pindah, meninggal. Memperbaharui data yang sudah ada, jangan membuat data yg sudah ada. Kemungkinan ada PPLS 2014. Jangan gunakan APBD untuk verifikasi karena….. untuk penargetan tidak digunakan data lain selain PPLS, data lain harus melebur ke data PPLS merupakan sumber tunggal. Unifikasi basis data penargetan.

Basis Data Terpadu adalah olahan PPLS 2011. Sehingga dapat ranking siapa yang paling miskin. Baru dicari tahu dimana dia tinggal. Kemiskinan relatif (relatif dalam konteks daerah).Data jamkesmas; Sudah mengeluarkan surat edaran, jika ada masalah kepesertaan untuk menyikapi yang dulu dapat , sekarang tidak. Kenapa meminta data PPLS pakai syarat, karena data dilindungi undang-undang. Tidak sembarangan.

Dana 550 M habis uang untuk PPLS 2011. Sayangnya kita belum terbiasa menggunakan data.

Program Nasional diberikan ke dinas terkait. TKPKD dan bappeda bisa meminta data tersebut.
Terjadi Asimetrik information; informasi yang tidak seimbang dari kemensos dan TNP2K. Darimana kita bisa menamakan fakir miskin dengan PPLS.
Mensos, BPS, BKKBN merupakan anggota TNP2K.

Oleh : Kominta Sari Purba Korda SAPA Kawasan Sumatera Utara

                                                                       Kemiskinan – Penanggulangan Kemiskinan – Melawan Pemiskinan – Pengentasan Kemiskinan – TKPK – Angka Kemiskinan- Data Kemiskinan – Musrenbang – PNPM Mandiri  

Terkait lainnya:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *