PENANGGULANGAN KEMISKINAN : MISKIN KINERJA?

SAPA – Angka kemiskinan diprediksikan akan naik satu persen jika pemerintah jadi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) tahun ini. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), hingga akhir Januari 2013, data kemiskinan terbaru Indonesia mencapai 28,59 juta orang atau 11,66 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.

Grafik

Jika persentasenya bertambah satu persen, maka akan ada penambahan penduduk miskin sekitar 2,5 juta orang. Angka kemiskinan kembali bertengger di atas 30 juta orang.

Kenyataan di atas memang tidak bisa dihindari. Kenaikan BBM mengakibatkan laju inflasi meningkat. Bank Indonesia memperkirakan, bila pemerintah menaikkan harga BBM Rp 1.000, maka akan ada dampak langsung inflasi sebesar 0,62 persen.

Jika tarif angkutan juga naik, maka secara proporsional akan ada tambahan tekanan inflasi lagi sebesar 0,78 persen. Naiknya tarif angkutan pasti berdampak tidak langsung terhadap komoditas lainnya, maka ada tambahan inflasi 0,23 persen. Sehingga total inflasi akibat kenaikan BBM adalah 1,63 persen.

Bagi masyarakat berpenghasilan tinggi, inflasi sekitar 1,63 persen mungkin tidak terasa pengaruhnya. Namun bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah, inflasi tersebut akan menggerus daya beli. Akan ada 2,5 juta orang jatuh ke bawah garis kemiskinan.

Diprediksi target pemerintah tidak akan tercapai dalam menurunkan angka kemiskinan dibawah satu digit pada tahun 2015 searah target MDGs akibat kenaikan harga BBM dan kondisi ekonomi global yang masih suram.

Untuk mengurangi tingkat kemiskinan, pemerintah telah meluncurkan berbagai program penanggulangan kemiskinan yang dibagi menjadi empat kluster.

  1. Kluster pertama, program bantuan langsung bagi rakyat miskin seperti Program BLT, jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas), jaminan persalinan (Jampersal), program keluarga harapan (PKH) dan Program BOS
  2. Kluster kedua, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri atau PNPM Mandiri
  3. Kluster ketiga, pinjaman kredit usaha rakyat (KUR)
  4. Kluster keempat, program murah bagi rakyat miskin.

Dana yang digulirkan untuk berbagai program penanggulangan kemiskinan (Pronangkis) sangat besar. Pada tahun 2004, pemerintah menggelontorkan dana Pronangkis sekira Rp 28 triliun. Tahun 2012, anggaran Pronangkis meningkat 200% menjadi Rp 99,2 triliun.

Namun, besarnya anggaran untuk Pronangkis belum berbanding lurus dengan hasil pengurangan penduduk miskin di Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari data lima tahun terakhir (2007 – 2012).

Data BPS per 31 Maret 2007, tingkat kemiskinan Indonesia adalah 17,8 persen atau sekira 37.17 juta orang. Lima tahun kemudian per September 2012 mencapai 28,59 juta orang atau 11,66 persen. Ada pengurangan jumlah penduduk miskin sekira 8,27 juta orang. Rata-rata, rakyat miskin yang terentaskan dari kemiskinan kurang lebih 1,5 juta orang per tahun.

Dari data di atas, bisa dilihat kinerja program penanggulangan kemiskinan belum sesuai harapan. Dengan data kemiskinan terbaru, jika tidak ada terobosan terbaru dari pemerintah, maka dibutuhkan waktu kurang lebih 20 – 25 tahun lagi bagi rakyat Indonesia benar-benar terbebas dari kemiskinan.

Ironis memang, saat ini Indonesia sudah menjadi anggota G-20. Kekuatan ekonominya ada diurutan 16. Tahun 2012, Pertumbuhan ekonomi Indonesia terbesar kedua setelah China. Namun, dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata enam persen, ternyata belum mampu secara signifikan mengurangi angka kemiskinan di Indonesia.

Dengan kinerja pengurangan kemiskinan 1,5 juta per tahun, maka satu persen pertumbuhan ekonomi hanya bisa mengurangi kemiskinan kurang lebih 250 ribu orang. Dibutuhkan minimal delapan persen pertumbuhan untuk percepatan penanggulangan kemiskinan di Indonesia.

Dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, kelas menengah Indonesia memang bertambah. Namun penduduk paling miskin belum optimal memanfaatkan peluang – peluang pertumbuhan dengan baik. Masih ada ketimpangan distribusi hasil pertumbuhan ekonomi, khususnya di daerah. Pemeliharaan stabilitas makro ekonomi oleh pemerintah hanya bermanfaat besar bagi kalangan menengah ke atas, termasuk program subsidi BBM.

Kemudian, program penanggulangan kemiskinan dalam rangka peningkatan kemampuan penduduk miskin melalui bantuan langsung, investasi pendidikan baik formal maupun non-formal, peningkatan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar kesehatan, infrastruktur dan kredit lunak, belum di imbangi dengan peningkatan pendapatan masyarakat miskin yang signifikan. Walaupun meningkat, Inflasi kembali meresistensi pendapatan masyarakat miskin, sehingga mereka tidak pernah bisa beranjak dari bawah garis kemiskinan.

Menurut Bank Dunia, dengan indikator garis kemiskianan 2 US dollar, Indonesia memiliki karakteristik kemiskinan yang sangat unik, karena tingginya jumlah penduduk ‘hampir miskin’. Penduduk Indonesia memiliki tingkat kerentanan untuk ‘menjadi miskin’ sangat tinggi yang diakibatkan guncangan-guncangan yang ada seperti kehilangan pekerjaan, bencana alam, sakit dan kenaikan BBM.

Menurut Ekonom dari Bank Dunia, DR. Vivi Alatas, kemiskinan di Indonesia memiliki tiga karakteristik yang menonjol.

  1. Pertama, hampir 50% pendapatan rumah tangga Indonesia berkerumun di sekitar garis kemiskinan nasional, yaitu 1.5 US dollar per hari, hal ini membuat banyak rumah tangga tidak miskin rentan terhadap kemiskinan.
  2. Kedua, perhitungan angka kemiskinan dari segi pendapatan minimal versi BPS tidak dapat mencerminkan kemiskinan di Indonesia secara sepenuhnya, banyak penduduk Indonesia yang ‘tidak miskin dari segi pendapatan’ dapat tergolong miskin berdasarkan kurangnya akses mereka terhadap layanan publik dan buruknya indikator-indikator pembangunan manusia mereka.
  3. Ketiga, dengan kondisi geografis Indonesia yang sangat luas dan alam yang sangat berbeda, profil kemiskinan antara satu daerah dengan daerah lainnya sangat berbeda, dan ini menjadi satu karakteristik yang khas dari kemiskinan di Indonesia.

Oleh karena itu, agar dampak kenaikan BBM tidak terlalu “mengguncang” Kelompok penduduk “hampir miskin” dan kelompok miskin, Pemerintah mengeluarkan kebijakan proteksi sosial dengan program bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM).

Melalui Kementrian Sosial, ada tiga program BLSM yang dirancang untuk mengerem angka kemiskinan pasca kenaikan BBM.

  1. Pertama, penerimaan beras miskin ditingkatkan dari 13 kilogram jadi 30 kg per kepala keluarga.
  2. Program kedua, bantuan siswa miskin. 4,8 juta anak-anak sekolah dasar dan sekolah menengah akan mendapat bantuan siswa miskin.
  3. Ketiga, program keluarga harapan. Nilai bantuan untuk keluarga harapan akan ditingkatkan dari Rp1,4 juta menjadi Rp1,8 juta per tahun.

“BBM akan dinaikkan bila dana kompensasi sudah siap. Tidak boleh ada gap waktu, maka tergantung dana kompensasi siap, pemerintah sudah siapkan rencananya. Rencana kami apa saja, tidak berapa lama akan segera disampaikan ke DPR RI dalam bentuk RAPBN Perubahan 2013,” ungkap SBY, dilansir antaranews dot com, Jum’at (10/05/2013).

Pertanyaannya sekarang, apakah kompensasi BBM efektif memproteksi masyarakat miskin pasca kenaikan harga BBM?

Untuk kelompok penduduk miskin, memang selama ini sudah ada program sejenis melalui program kluster pertama. Namun, penerima manfaatnya belum 100 persen tepat sasaran. Data kemiskinannya banyak yang tumpang tindih.

Kemudian, bantuan temporer pemerintah melalui program BLSM belum mampu menyentuh akar persoalan kemiskinan. Kompensasi diibaratkan obat pereda rasa sakit untuk meredakan sementara nyeri seseorang, tanpa bisa menyembuhkan penyakitnya. Sangat menyedihkan jika program penanggulan kemiskinan yang sudah berjalan selama ini, juga tidak bisa menyentuh akar persoalan kemiskinan di Indonesia.

Muhammad Ridwan
(Konsultan PNPM Mandiri Perkotaan Provinsi Lampung | Citizen Reporter di www.mediawarga.info)
tulisanridwan dot blogspot dot com

Terkait lainnya:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *